Nabire, 12 September 2025 – Perwakilan Solidaritas Pelajar, Mahasiswa, dan Masyarakat Kabupaten Dogiyai mendatangi Kantor Gubernur guna meminta Gubernur Provinsi Papua Tengah untuk membatalkan rencana pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) Mapia Raya. Pertemuan tersebut berlangsung di ruang kerja Kantor Gubernur, pada Jumat (12/09).
Dalam audiensi yang berlangsung di kantor gubernur tersebut, perwakilan pelajar dan mahasiswa, Yomi Goo, menegaskan pemerintah Provinsi Papua Tengah harus menyuarakan aspirasi masyarakat berdasarkan hukum utama. Pasalnya, rencana pemekaran DOB sama sekali tidak memenuhi persyaratan pembentukan daerah otonom baru serta tanpa melibatkan masyarakat.
“Proses pembentukan daerah otonom baru adalah inisiatif sekelompok orang. Melihat kembali persyaratan pembentukan daerah otonom baru, sama sekali Mapia Raya tidak memenuhi persyaratan kewilayahan dan administratif,” harap Yomi Goo.
Di hadapan orang nomor satu di Papua Tengah, Yomi menegaskan pemekaran yang sedang diperjuangkan oleh sekelompok orang di Dogiyai tidak sesuai prosedur hukum. Ia menjelaskan, lembaga DPRD Kabupaten Dogiyai tidak pernah melakukan sidang paripurna, dan DPRD sendiri tidak pernah menandatangani rekomendasi untuk mekarkan Kabupaten Mapia Raya.
“Rencana pemekaran ini tidak sesuai prosedur hukum. Jadi DPRD tidak pernah sidang dan tidak pernah tanda tangan soal rekomendasi pemekaran,” tegasnya.
Selain itu, utusan masyarakat adat dari Simapitowa yang juga Ketua Dewan Adat, Marten Iyai, menegaskan pemerintah memiliki wewenang untuk menghormati hak-hak masyarakat adat. Untuk itu, pihak Dewan Adat berharap supaya hak-hak masyarakat adat dihormati.
“Tanah itu milik rakyat. Kajian ulang harus dilakukan secara transparan, untuk itu, hak masyarakat adat harus diakui oleh Pemerintah Provinsi Papua,” pintanya.
Menanggapi hal itu, Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, menyatakan soal pemekaran DOB wajib mengutamakan kajian ilmiah. Menurutnya, orang Papua tidak boleh ditipu oleh Jakarta.
“Kalau mau pemekaran, bisa caranya bagaimana? Melalui kajian akademik, tidak bisa dengan cara begini. Orang Papua terlalu banyak ditipu Jakarta. Soal pemekaran ini layak atau tidak, akan kami undang Badan Riset Nasional,” ungkap Nawipa.