Kafe Mahkota Nabire Masih Disegel, 40 Karyawan Terpaksa Petik Kangkung untuk Makan

Nabire, 21 Juni 2025 – Suara tangis dan keluhan para pekerja Kafe Mahkota di Girimulyo, Kota Nabire, Papua Tengah, kini menggema lantang. Sudah hampir dua bulan tempat hiburan malam ini disegel tanpa kepastian, membuat lebih dari 40 karyawan kehilangan penghasilan dan terjebak dalam krisis ekonomi.

Tak hanya itu, sebagian pekerja bahkan terpaksa berhenti kuliah, sementara yang lain hanya bisa bertahan hidup dengan memetik kangkung liar di depan kafe. Ironisnya, kafe-kafe malam lain di Nabire tetap buka seperti biasa, meninggalkan tanda tanya besar soal keadilan dan transparansi kebijakan.
“Kami kerja baik-baik, tapi kenapa cuma Mahkota yang ditutup?” keluh salah satu pemandu lagu dengan nada getir.
Menurut para pekerja, sebelum disegel, Kafe Mahkota kerap jadi sasaran razia tanpa henti. “Kami tidak pernah buat masalah. Tapi setiap minggu ada sidak, tamu jadi takut datang. Kalau seperti itu terus, siapa yang mau bertahan?” lanjutnya.
Makan Seadanya, Bertahan Hidup dengan Kangkung Liar
Kini, situasi mereka benar-benar memprihatinkan. Tidak ada pemasukan, dan bantuan pun tak kunjung datang. Seorang pekerja wanita bahkan mengungkapkan, mereka kini harus memasak seadanya di dalam kafe yang kosong.
“Kami sampai petik kangkung di depan kafe. Dulu bisa makan enak, sekarang nasi putih dan garam saja sudah bersyukur.”
Tak sedikit dari mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, orang tua tunggal, atau mahasiswa yang menggantungkan biaya kuliah dari pekerjaan ini. Penutupan kafe bukan hanya memutus mata pencaharian, tapi juga menghancurkan masa depan keluarga mereka.
“Kami Juga Bayar Pajak, Kenapa Hanya Kami?”
Dari sisi manajemen, pihak Kafe Mahkota mengklaim telah memenuhi semua persyaratan administratif, bahkan membayar denda Rp50 juta, namun izin belum juga dipulihkan.
“Kami lengkap. Pajak kami bayar, denda kami lunasi. Tapi kenapa cuma kami yang ditutup?” ujar staf administrasi dengan nada kecewa.
Harapan Terakhir: Pemerintah Dengarkan Kami
Para pekerja kini hanya bisa berharap agar Pemerintah Daerah mau membuka ruang dialog, mencari solusi, dan memberi kepastian atas nasib mereka.
“Kami cuma mau kerja, Pak. Kami punya anak, punya orang tua yang harus makan. Tolong buka Mahkota, biar kami bisa hidup lagi,” pinta salah satu staf pria.
Kisah Kafe Mahkota menjadi potret suram nasib para pekerja sektor informal yang terdampak kebijakan sepihak. Mereka tak butuh belas kasihan — hanya keadilan dan kesempatan untuk kembali bekerja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *